Senin, 08 April 2013

pistol pak riza

Haris, orang biasanya memanggilku. Namun ada sebagian temanku yang memanggil namaku dengan sebutan Ayu. Dia kira aku cewek apa? Dasar mereka itu. Rada nggak nyaman juga sih di panggil Ayu. Abisnya teman-temanku yang lain jadi ikut- ikutan memanggil namaku Ayu. Biasanya aku tidak langsung menoleh kalau ada orang yang memanggilku namaku Ayu tetapi kalau nggak menoleh pasti aku langsung dibilang sombong lah, belagu lah, sok cakep lah. Huuh! Padahal aku memang cakep. Hehehe… Beruntung sekali hidupku ini. Walau ekonomi orang tuaku bisa dibilang pas-pasan namun aku tetap bisa melanjutkan sekolah disalah satu Sekolah Menengah Atas Negeri dikotaku. Di bidang akademis pun aku selalu masuk lima besar dikelas dan sering mewakili sekolah dalam berbagai olimpiade sains. Pinter banget kan aku? Hehehe… Kalau berbicara mengenai tampang, sungguh tidak usah diragukan lagi. Banyak cewek- cewek ataupun cowok yang klepek-klepek padaku. Kata mereka aku ini memiliki wajah yang manis dan mirip seperti aktor korea namun aku lupa namanya. Hanya saja tubuhku kurang tinggi. Tubuhku perlu 10 cm lagi untuk bisa menyentuh 170 cm. Perawakanku pun ramping namun otot-ototku lumayan ada karena aku sering membantu ayah dikebun, menimba air, mengangkat barang-barang dan lain-lain. Tapi karena aku yang hampir sempurna inilah, kadang menjadi ketidak nyamananku. Pernah seorang cewek dia kakak kelasku, saat itu aku masih kelas X-5 dan kakak kelasku itu duduk di XII-IPS-7, naksir aku. Aku kan masih segan untuk macarin dia. Akhirnya aku tolak secara lembut, namun dia tidak terima dan berbalik membenciku. Sejak kejadian penolakan itu, dia menjadi dingin padaku bahkan untuk sekedar membalas sapaanku saja dia tidak mau. Beginilah nasib jadi diriku, serba salah. Walaupun aku ini sadar bahwa aku memiliki daya pikat ekstra untuk menjadi Gay namun aku tidak mau menunjukan sisi itu didalam hidupku. Banyak teman-teman sekelasku dan kakak- kakak kelasku yang cowok naksir padaku namun aku tetap harus menjaga reputasiku sebagai cowok idola para cewek. Gila aja kalau sampai aku ketahuan punya pacar cowok, bisa-bisa para gadis jadi jijik terhadapku. Amit-amit… Pernah nggak kalian berfikir disaat kalian memikirkan apa yang orang lain pikirkan ternyata orang itu juga memikirkan apa yang kamu pikirkan? Seperti perkiraan yang sama. Mungkin inilah yang menjadi awal ceritaku. Entah dari mana asal usulnya aku bisa kenal Bang Riza yang meiliki nama lengkap Suwando Hairul Aji yang merupakan anggota kepolisian didaerahku. Dia berpangkat briptu. Aku menanyakan kepada orang tuaku tentang siapa bang Riza itu. Mungkin harus aku jelaskan kayaknya biar lebih jelas dari mana asalnya bang Riza bisa memiliki hubungan keluarga dengan kami. Ayahnya kakekku memiliki saudara lelaki. Saudaranya ayah kakek ini memiliki cucu perempuan bernama kak Siska yang berprofesi sebagai seorang bidan. Nah bang Riza adalah suami dari kak Siska. Aku tidak terlalu kenal dengan kak Siska namun aku kenal dengan ayah kak Siska yang sering mengunjungi kakekku. Saat itu kak Siska ditugaskan sebagai bidan di puskesmas dikecamatan kami. Jarak antara rumah kak Siska dengan puskesmas cukup jauh dan dia masih pulang pergi dari rumahnya ke puskesmas untuk bertugas. Saat itu memang kak Siska sedang hamil muda. Dia mengandung anak pertamanya dengan bang Riza. Mungkin karena alasan itulah bang Riza sering mengantarkannya dari rumah ke puskesmas. Aku juga tidak paham dengan jam kerja dipolsek yang bang Riza tempati karena dia biasanya selama beberapa hari bisa mengantarkan kak Siska bertugas. Jika dia mengantarkan kak Siska dinas maka dia biasanya menunggu kak Siska selesai dinas dirumahku. Aaaadddduuuhhhh… ribet banget ya ceritaku. Pokoknya bang Riza berduan dengan aku dirumah kalau beliau menunggu kak Siska pulang. Nah, lho! Kebetulan kami sedang liburan semester. Aku ingat sekali hari itu, hari sabtu. Aku tidak menyangka bahwa pagi itu aku akan kedatangan tamu gagah, tampan dan sekeren bang Riza. Aku yang baru selesai menjemur cucian sepatu mendengar ada suara ketukan pintu dari luar. “Tunggu sebentar…”. Aku buru-buru masuk dari pintu dapur dan membukakan pintu untuk tamuku pagi ini. Sesosok tubuh perkasa dengan mengenakan kaos hitam dan celana jins biru memukau mataku. Dia tersenyum ramah dan aku hampir saja mematung memandangi pria gagah itu. “Ini benar rumahnya bu Nunu?”. Dia bertanya padaku. Ditangannya terdapat jaket hitam yang tampaknya baru dia lepaskan dari tubuh berototnya. “Ya, ini rumah bu Nunu. Abang siapa ya?”. “Oh, aku Riza suaminya kak Siska. Bu Nununya ada?”. Ibuku tadi pagi sebelum berangkat kesekolah untuk bertugas sebagai staf tata usaha di Sekolah Dasar Negeri di dekat rumahku berpesan bahwa nanti ada suami kak Siska yang akan singgah kerumah kami dan dia akan berada dirumahku sampai kak Siska pulang bertugas. Pada awalnya aku dingin saja mendengar pesan ibuku tersebut karena aku belum kenal dengan suami kak Siska. Tapi setelah aku melihat dengan penuh kekaguman akan sosok yang berdiri didepan pintu rumahku saat ini, maka rasanya aku langsung ingin berteriak kegirangan. “Ibu lagi di sekolah bang. Silahkan masuk dulu aja, bang”. Aku mempersilahkan bang Riza masuk rumah. Sudah biasa bagi aku tinggal sendirian dirumah. Ayah kerja dipabrik minyak goreng sedangkan ibu bertugas. Maklum aku anak semata wayang dari orangtuaku. “Abang sudah sarapan?”, tanyaku berbasa basi. “Udah tadi, dek. Sebelum nganterin kakakmu dinas”, jawabnya ramah sambil duduk dikursi tamu. Aduh aku dipanggil adek oleh dia. Benar-benar bikin aku salah tingkah jadinya. “Aku mau makan dulu ya bang. Abang masuk keruang tengah aja sambil nonton TV”. Bang Riza aku suruh masuk keruang tengah lalu aku nyalakan televisi. Jujur aku tidak konsentrasi sarapan, karena pikiranku masih tertuju pada bang Riza yang duduk di ruang tengah. Hari itu aku ngobrol banyak dengan bang Riza. Kami tukaran nomor HP dan kalau malam kami sering sms-an bahkan kami juga sering chattingan di Facebook. Aku sangat senang kenal dengan dia. Aku jadi tidak sabar untuk menunggu hari kamis depan karena bang Riza bisa mengantar kak Siska hanya pada hari kamis hingga sabtu. Tentunya setelah mengantar kak Siska dinas bang Riza akan mampir ketempatku. Hari kamis pun tiba. Aku sudah mempersiapkan segala cara agar aku bisa mengajak dia masuk kedalam kamarku. Sebenarnya aku curiga pada bang Riza karena dia benar-benar beda dalam memperlakukan aku, baik dari gaya chattingan atau sms-nya. Apakah bang Riza Biseks? Semoga saja benar dugaanku. Aku sudah mempersiapkan sebuah rencana. Sekitar jam setengah delapan, bang Wandoku tersayang akhirnya tiba dirumah kami. Dia tampak gagah dengan mengenakan baju kaos berwarna abu-abu. Setelah aku ngobrol panjang lebar dengan bang Riza akhirnya aku mulai menjalankan rencanaku. “Abang bawa pistol?”, tanyaku pada bang Riza setelah melihat sepucuk pistol dibalik bajunya. “Iya Har. Untuk jaga-jaga saja. Lagian ini juga cuma ada dua pelurunya”. Ini orang maksudnya apa? Kok dia bilang pistolnya cuma dua pelurunya? Jangan-jangan maksudnya pistol yang… “Pasti tembakan abang jitu tuh. Kan pelurunya cuma dua biji. Boleh lihat nggak bang?”. Aku mulai memancing. Dia menoleh kearah pintu luar. Untunglah pintu aku tutup dan letak ruang tengah dengan ruang tamu terpisah oleh dinding. “Bener kamu mau lihat Har? Jangan dielus ya pistolnya, takutnya nanti pelurunya nyasar”. Bang Riza senyum penuh arti padaku. Ini orang memang pengen dimuncratin ternyata. “Gak bakalan dielus kok bang, paling dibelai-belai aja. Heheheh”. Bang wando menyingkap bajunya dan mengeluarkan pistol polisi tersebut lalu dia berikan padaku. “Abang pernah nembak penjahat nggak pake pistol ini?”. “Abang sering nembak cewek pake pistol abang itu. Pistol abang sudah lama lho nggak dipakai buat nembak. Ada sebulanan udah”. “Kenapa bang?”, pancingku. “Kan nggak ada yang pengen ditembak. Hahaha”. Aku melihat kearah selangkangannya yang mulai mengeras. Aku akhirnya tahu ternyata pistol yang dia omongin dari tadi adalah pistol berbulu miliknya. “Kalau aku mau ditembak pakai pistol abang gimana?”. “Beneran kamu mau, Har?”, tanya dia sumbringah. Kena kamu bang. “Beneran… Tapi pura-pura saja ya”. “Har, maksud abang pistol abang yang ini pengen nembak kamu”. Dia menggenggam pistol yang sudah tegang dibalik celana jinsnya. “Abang nakal ih. Kan pistol abang yang itu gak ada pelurunya”, godaku lagi untuk membuat dia semakin terdorong nafsu. “Ada dong Har. Kamu mau nggak abang tembak pakai pistol abang ini? Coba kamu lihat dulu biar kamu bisa tahu bahwa pistol abang ini bukan pistol sembarangan”, bujuknya. Aku melepas pistol yang sedari tadi kurang aku perhatikan dan langsung merogoh tonjolan dibalik celana bang Riza. OMG, ini bukan pistol biasa. Ini pistol gede banget. “Ini pistol bang? Gede banget rasanya. Takut ah bang”. Aku tahu dia sudah sangat terangsang. “Takut kenapa dek? Abangkan nembaknya penuh perasaan, jadi gak perlu takut. Coba kamu lihat dulu sebentar, baru kamu boleh takut”. Dia membuka retsleting celananya dan mengeluarkan pistol besar milik pribadi itu. Aku tercengang melihat ukurannya yang hampir sebesar terong ungu itu. Melihatnya saja aku sudah meneguk ludah apalagi mencicipinya. “Gimana Har? Maukan abang tembak?”. Tanpa menunggu persetujuan dari aku, bang Riza langsung menggapai tanganku dan menyuruhku menggenggam pistol bulunya. Hangat… Besar… Berurat.. Coklat… Hap! Bang Riza langsung mendorong bagian belakang kepalaku untuk mendekat kearah kontolnya yang berukuran 23 cm itu lalu kontol yang mengacung keatas tersebut akhirnya masuk kedalam rongga mulutku. Ini benar-benar sangat mudah bagiku. Dari tadi aku sudah merencanakan untuk bisa menikmati pistol daging milik bang Riza tetapi nyatanya dia sendiri yang memintaku untuk menikmati kontolnya. Kesempatan langka yang tidak akan aku sia-suakan. Gila aja kalau sampai aku menolak barang seindah dan sejantan itu. Tapi jujur, aku baru kali ini ngisap kontol. Untung banget aku sering ngeliat video-video gay yang lagi oral sex jadi aku sedikit paham dengan cara ngisap kontol. Awalnya aku tersedak karena bang Riza langsung menusukkan kontolnya dalam-dalam dan menyentuh tenggorokanku. “Uhuk! Uhuk!”. Aku melepaskan isapanku pada pistol bulu milik bang Riza. “Ohhhhhhh Baaaayyyyyy… Uh Kenapahhhh Bhaayyy?”. Bang Riza agak protes. Matanya yang tadi sudah merem kenikmatan langsung terbuka sayu memandangku. Kontol bang Riza basah akibat air liurku. Kontol besar yang coklat itu tampak mengkilap dan menggoda untuk dijilat oleh mulutku yang sudah gatal ini. “Banggg…. Jangan di tekennnn. Adek tersedak tau!”. Aku mulai manja dengan bang Riza. “Hahaha.. Cup-cup-cup! Sini abang akan pelan-pelan aja ngasih pistolnya. Ayo sayang diisap lagi”. Bang Riza membelai mesra kepalaku. Sifat manjaku akhirnya keluar juga dengan bang Riza. Wajar dong, kan aku anak tunggal jadi sering dimanjain oleh bokap-nyokap.. wkwkwk.. Bahasaku, sok anak gaul! Aku nunduk lagi deh dan kali ini aku tidak langsung memasukan benda besar dan berurat itu kedalam mulut melainkan aku jilati seperti menikmati es krim cap kontol. Dari pangkal naik keatas. Aku jilat-jilat kepala kontol bang Riza lalu aku seruput lubang kencingnya. Ih, kok ada lendir-lendirnya sih? Apa ini rasanya precum. Hmmppp unik juga rasanya. “Yankkkkk…. Pistol ahbank aaauuuhhhh… nhikmathinnnn Baayyy… Kepalahnya! Ahhhh… Emuth Har, emut! Iyah begitu… Lagihhhh lagiiii Har! Ooohhhhhh… sssshhhhtttttt uuuhhhhhh…. Abang Cinta kamu Bhay! Ahhhh ahhhh ssshhhtt ahhh ohhhhh terus Har!”. Bang Riza bersandar didinding. Matanya terpejam dan mulutnya meracau tak karuan. Sesekali tangan bang Riza mendorong kepala bagian belakangku untuk memasukan kontol besarnya lebih dalam lagi tapi aku langsung tahan dengan tanganku. Aku yakin bakalan tersedak lagi kalau paksain memasukan seluruh batang kontol milik bang Riza. “Bang… adek boleh nggak minta ditembak ma abang?”, tanyaku sambil mengocok pistol kenikmatan polisi itu. “Dek… abang mauh. Kita kekamar yuk dek. Abang mau nembak adek nih…”. “Muuuuaaaccchhhh!”, aku mengecup bibir bang Riza. Abisnya aku gemes liat bibirnya yang tidak terlalu tipis dan nggak terlalu tebal itu. “Ih adek. Muaccchhhh!”. Dia balas mencium bibirku. Akhirnya kamipun saling melumat bibir masing-masing dan menyatukan bibir. Sumpah aku masih ingat betul saat-saat itu. Bang Riza ganas sekali nyiumin aku. Asal temen-temen tahu aja ya, kata orang bibirku ini manis dan menggoda lho. Bahkan aku pernah hampir dicium laki-laki ‘normal’ gara-gara bibirku ini. Bang Riza hot banget ternyata. Saat bibirnya menyentuh bibirku, bang Riza tidak langsung memilin bibir manisku melainkan membasahi bibirku dengan lidahnya yang nakal abis! Lembut sekali lidah bang Riza ini. Aku suka dengan aroma mulutnya yang harum mint. Mungkin dia habis makan pemen kali ya? Lidahnya masuk kedalam mulutku dan menanri-nari bersama lidahku. Seruputan, sedotan, pilinan, jilatan, dan sapuan lidah bang Riza sangat-sangat hebat dan membuat aku blingsatan. Aku rela deh jadi ganti kak Siska kalau bang Riza butuh pemuas nafsunya. Tanganku masih sibuk mengocok pistol bang Riza yang udah tegak keatas dan minta segera aku dudukin. Sambil ciuman, bang Riza menggendongku sambil berdiri dan membawaku kedalam kamar. Dia rebahkan aku diranjang dan tetap menyapukan lidahnya didalam rongga mulutku. Aku membelai-belai punggunggnya dan mulai menelanjangi tubuh bang Riza. Ku mulai dengan kaosnya, celananya lalu CD-nya. Tubunya tidak sekekar model susu suplemen pria namun tetap berotot. Perutnya belum buncit kaya polisi-polisi biasanya dan masih rata. Bulu jembutnya lebat dan ada bulu-bulu halus dibawah pusernya. Ketiaknya berbulu namun nggak terlalu lebat. Sekarang bang Riza melepas ciumannya dan memintaku melepas pakaianku hingga telanjang bulat. “Aduhhh dek, tubuh kamu manis sekali. Abang jadi nggak sabar pengen nusuk adek nih”. Bang Riza mengusapkan jari tengahnya dibelahan pantatku. “Tapi adek gak pernah ditusuk bang. Abang ade isep aja yahhhh”, pintaku sambil mengusap wajahnya yang terdapat bekas-bekas jerawat itu. Bang Riza memang memposisikan tubuhnya seperti bayi yang sedang merangkak diatasku sedangkan aku berbaring miring. Aku melingkarkan tanganku keleher bang Riza dan mengarahkan bibir bang Riza untuk menciumiku lagi. Kami kembali berpagutan menikmati tetesan air liur terlarang. Kontolku yang tegang sesekali digeseki oleh kontol besar milik bang Riza. Sumpah benar-benar enak rasanya. “Dek abang mau nusuk kamu ya? Mau?”, tanya bang Riza dengan wajah tampan memelas. “Tapi bang, adek belum pernah ditusuk. Katanya kalau diperjakain rasanya sakit banget”. “Abang akan pelan-pelan kok. Adek rileks aja yah. Sakit dikit ditahan dong sayang… Nanti abang janji deh, abang bakalan bikin adek gak sakit”, bujuk bang Riza. “Bentar bang, aku mau ambil lotion dulu”. Aku menjangkau pegangan laci mejaku dan mengambil lotion pelembab didalamnya. “Pakai ini bang. Biar gampang masuknya. Pistol abang kan gede banget. Pasti susah buat merjakain adek”. “Sini abang buat adek keenakan”. Bang Polisiku ini memang benar-benar tidak sabaran untuk merjakain aku. Aduh robek, robek deh anusku gara-gara dientot kontol briptu Riza. Dia lumuri jari tengahnya dengan lotion tersebut lalu dia tusukan pelan-pelan kedalam anus sempitku. “Awww aw awhhh… Pelan-pelan banghhhh…”. Rasanya memang agak aneh, namun satu jari tidak membuat aku merintih kesakitan. Kini bang Riza mulai memaju mundurkan jari tengahnya menusuk lubang anusku. Kok bisa enak banget ya? Bang Riza memang hebat. Dua jari, tiga jari. Aduh, perih-perih enak ternyata. Pantesan didalam video yang aku sering tonton, yang dientot lubangnya pada keenakan semua. “Ahhh aaahhh oohhh ohhhh ohhhhh shempiiithhh baaangggeeetttt dekh! Ahhhhhh”. Plop! Bang Riza menarik keluar jarinya yang baru saja memperjakai anus sempitku. “Gimana sayang? Enak kan?”, tanya bang Riza padaku. “Sakit bang, ngilu…”. Aku meraba lubangku yang perih sekali. “Nanti juga enak dek. Kamu rileks aja… Rasain punya abang ya?”. Bang Riza mulai melumuri pistol besarnya dengan lotion. Lubang anusku pun dia masukkan lotion agar semakin mudah kontol milik bang Riza memasuki lobang pelepasanku. Pelan-pelan bang Riza mulai memposisikan kontolnya didepan lubang anusku. Kakiku dia taruh dipundaknya dan tangannya diletakkan didekat kedua tanganku. “Tahan ya dek… Rileks aja”. CLOK! “Bangggg!!!! Awww Sakit aduhhhh! Bang! Sudah bang!”. Aku berontak keras namun bang Riza buru-buru memegang tanganku kuat-kuat dan mendekatkan wajahnya kewajahku. “Uhhhhh Shempit bangtesssss aahhhhhhh auuuuuuu. Tahan sayangggggggghhhhhhhh aahhhhh”. Gimana aku nggak sakit, bang Riza nusukin kontol gedenya itu dengan sekali hentakan mentok gitu. Perjaka manapun akan nangis kalau ditusuk sesadis itu. Air mataku jatuh menahan perih yang teramat sangat dilobang anusku. Untungnya bang Riza tidak memaju mundurkan kontolnya dan hanya membenamkannya. “auuuuuuu Hangatnyaaaahhhhh… abangh suakkahhh dekkk. Tahan ya….”. Bang Riza menciumi bibirku dengan lembut. Aku mulai merasa lebih tenag sekarang. Bang Riza menarik kontolnya pelan- pelan dari dalam anusku. Uh, sakit sekali raanya namun bibirku tak bisa berkata apa-apa karena sudah dibungkam oleh bibir bang Riza. Ketika kontol bang Riza sudah hampir keluar kepalanya, kembali dia tusukan pelan-pelan kedalam anusku. Begitulah beberapa saat kemudia hingga entah kapan bang Riza sudah sangat cepat menggenjotkan kontolnya didalam anusku. Jepitan dinding anusku yang masih sangat sempit begitu disukai oleh kontol bang Riza. Mulutnya tak henti-hentinya menciumi bibirku untuk membungkam suaraku yang mungkin akan merintih kesakitan. Gerakan pinggul bang Riza semakin cepat dan menimbulkan gaduh akibat hentakan selangkangannya dengan pipi pantatku. Pantatnya bergerak-gerak cepat maju mundur. Kontolnya yang besar dan mengkilat karena basah oleh lotion, keluar masuk lobang pantatku yang sempit. Dia mengerang- erang dan meracau tertahan. Mungkin takut suara erangannya terdengar keluar. “Bang oh Abang auhhhhh oohhh.. Bangggg lagi! Enjot yang kerasshhhh…”. Bodoh! Kenapa suara itu tiba-tiba muncul dari mulutku. Aku benar-benar gila karena pistol bang Riza. “Oooohhhhh Iyah pasti deeekkkkk hehhh heehhhh… rasain pistol abangh inihh… Arggghhhhh”. “Ohhhh… enyyyyaaaak bangethhhh Bangggghhhhhhh… ohhh…. Banggg suka nembak Haris tahhh?Aahhh… ahhh..”. “Abanghhh Sukahhhh Ngentot Kamuuhhhh Bayyyy.. Aabanghhhh Pengen giniin kamuhhh tiap hari… ohhhh..”. “Ohhhh…ohhh… Kak Siska gimana ssshhhh gimanahh ? Ssshhh..”. “Kak Siska khan lagiihhh hamil, jadi gak bisa abangghhhh ewekkkkk kalo malem.. ohhh… “. “Hmmmppppp Ayuhhhh Banghhhhh terussshhhh aaaahhhh Hamilin Adeekkhh juga bangghhhh shhh..”. “Iya Bayyyy jugah ahh ahhh ahhh ah ah ah akan abang hamiiilllinnsssshhhaaahhh”. Jika kalian melihat gaya ngentot bang Riza pasyti kalian pada terangsang lihat pergumulan mesum Bang Riza dengan aku. “Ohhhhhhhhh ohhhh Banghhhhhhhhh……kontol abang Wandohhhhh gede bangethhhh ohhhh jembutnya lebathhh ihhhhh shhhh..shhh… Adek sukahhh bangethhh sshhh..” “Lubangghhh Bayuhhh juga Abang sukahhh Bangeettttthhh sempithhh..ssshh ahhh ahhh ahhh”. “Tapihhh ahhh shhhh kan Aabanghhhh sshhhh yanggghhh nusukhhh adehhh duluannssshhh….”. “Iyaahhh Sayangghhsssshhh oohhhh Punyahhh abang uhhhh Yanghh gedeh nihhhh ssshhhhaaahhh gedeh sshhh..shhhh..ahhh ahhhh ahhhh ahhhh bikinnnhhh adek sukahhhh” “Lubangghhhh adekkhhh enakhh kan Banggghh? Ahhhh… ahhh… ahhhh.. awwwwww”. “Enak banget hhhhhhaahhh.. ahhh….ssshhhh… apalagihhh… ahhh… kalo digenjotthhh tiapphhh sshhhh harihhhhhh.. ahhh…a ahhh…”. “Oooohhh Bangghhhhhhh…aaahhhhhhh kerashhh iiiiihhh.. lebih kencenggg sshhhhh.. ohhhh..”. Suara yang timbul akibat hentakan pantat Bang Riza semakin keras terdengar olehku. Begitu juga nafas kami yang mendengus-dengus tertahan dengan keras. Aku benar-benar semakin terangsang. Genjotan Abang Riza semakin cepat saja. “Dekkkhhhhh Aabaaangghhh ooohhh auhhh mauhhh keluarrhhhh aahhhh”. PLOP! Aku nggak mau dong permainan nikmat ini segera tuntas begitu saja. Maka aku lepaskan kontol Bang Riza dari lobang pantatku secara paksa. “Kenapah Dekkkhhh? Ada apahh? Ahhhh” . Bang Riza bingung. “Shhh… entot adekkk sambil berdiri Bangg. Gendong yah yahhhh? Adek pengen kaya di film. Pengen dientot sambil digendong”, kataku sambil tersenyum sayang dan agak manja pada Briptu Riza yang ganteng dan jantan itu. “Ya deh sayang. Sini Abang gendong”, sahut Bang Riza sambil tersenyum padaku. Ia segera berdiri dan siap menggendong aku. Kembali aku melingkarkan lengan ke leher bang Riza. Wajah kami mulai beradu rapat dan bibir kami pun kembali menempel, berciuman. Telapak tangan Bang Riza memegang buah pantatku yang putih kemerahan. Buah pantat itu diturunkannya pelan- pelan ke bawah. Kontol Bang Riza masuk sedikit demi sedikit ke lobang pantat aku yang terkuak membentuk bulatan berwarna kemerahan karena baru saja dibobol segelnya oleh Polisi berpistol maut. Mulailah bang Riza menggenjot pantatku sekali lagi. “Ohhhhhhhhh… Banghhhhhhhhhhh………….”, erangku seiring kontol Bang Riza yang mulai menembus lobang pantatku lagi. Setelah kontol itu masuk semua dalam lobang pantatku, hingga jembut bang Riza yang lebat menempel di buah pantatku, dimulailah persenggamaan kembali. Tangan bang Riza menggerakkan buah pantatku naik turun sambil pantatnya juga bergerak-gerak perlahan mencoba mengatur ritme tusukan kontolnya. Kontol Bang Riza bergerak keluar masuk lobang pantatku dengan kecepatan yang terus meningkat. Gerakan pantat dan tangan Bang Riza semakin cepat. Dengusan nafas kami pun semakin cepat dan keras terdengar. Tak pernah aku bayangkan bisa diperjakai oleh seorang yang gagah seperti bang Riza ini. Wajah tampan bang Riza membuatku lupa akan sakit yang mendera anusku. Bang Riza kelihatan sangat bernafsu. Ia sangat menikmati sekali bersenggama denganku yang sensual ini. Persetubuhan terus berlangsung dan seamkin memanas. Bang Riza melangkahkan kakinya dan membawaku kedekat dinding, rupanya dia ingin menyetubuhiku lebih intens lagi. Tubuh kecilku kini dirapatkannya ke dinding. Punggungku menekan dinding kamar. Dengan begitu bang Riza dapat menyodok lobang pantatku semakin cepat dan keras. Nafas Bang Riza terengah- engah saat menggenjotkan pantatnya ke lobang pantatku dengan cepat dan keras. “Ohh.. ohhh…ohhh…ohhh…ohhh… yangggggkkkhhhhh..abanghhhhh ooohhh samapaihhh…ahhh…ahhh..”, erang bang Riza tertahan. Pantatnya menghentak dan ia membenamkan dalam-dalam kontolnya ke lobang pantatku. Tubuhnya bergetar. Ccrrroooottt…cccrrrooootttt…cccrrrooootttt… cccrrrooootttt….ccrrroootttt… Pantat bang wando mengempot dan spermanya menyembur dalam lobang pantatku sederas-derasnya. Pantat bang Riza dan tubuh kami berdua mengkilap karena keringat. Mulut bang Riza melumat bibirku dengan buas. Setelah beberapa saat berciman kami tertawa bahagia. Puas dengan persetubuhan yang baru saja kami lakukan. Lalu Bang Riza menggendong tubuhku ke atas ranjang. Membaringkan aku disana, bersisian dengannya yang juga berbaring telentang dengan nafas terengah-engah. Kami tetap saling memandang dan senyum. Aku mengangkat kedua pahaku ke atas mencoba memeriksa lobang pantatku yang belepotan sperma bang Riza. Aku tusuk pantatku yang ngilu dengan jari telunjuk lalu aku jilatin pejuh hangat milik bang Riza. “Enakkhhh banget pejuh abang. Pistol abang memang hebat ih”. Aku menjilati telunjuku yang belepotan dengan sperma milik bang Riza. Aku duduk dan mengarahkan mulutku kearah kontol bang Riza yang masih berlumuran pejuh untuk aku bersihkan. “Ahhhhhh dekkkhhhh ahhh…. Emmmmmm”. Tak rela rasanya aku membiarkan setetes saja pejuh bang Riza terbuang. Aku jilatin kontol bang Riza hingga bersih. Setelah itu kami beres-beres dan bang Riza membersihkan diri bersamaku dikamar mandi. Dikamar mandi sekali lagi aku menikmati semburan pejuh hangat yang keluar dari pistol bang Riza. Dia memintaku mengisap kontolnya sekali lagi. Siangnya sebelum pulang, bang Riza melumat bibirku dibalik pintu dan berjanji besok akan datang lagi. “Dek, besok mas tembak lagi yah?”. “Okeh bang. Abang beli obat kuat dulu yah, biar lebih kuat lagi besok mainnya”. Abang Riza menghidupkan motor matic hitamnya dan mengedipkan mata nakal kearahku sebelu meninggalkan rumah. Sungguh aku bahagia hari ini… Aku harus siap-siap untuk besok! Pasti besok bang Riza bakalan aku kuras abis pejuhnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar