Sabtu, 2 November 2013
TIINN. TIIIINN.
Suara klakson mobil berbunyi kearahku. Sesosok bayangan di dalam mobil sedan itu malambaikan tangannya kaarahku, sebuah isyarat, memanggilku. Aku oun mendekat dan masuk ke mobil.
"Malem sayang, wuihh, kamu tambah ganteng deh malem ini." sapa Bang Riza, menghiburku. Ia sadar 3 setengah jam keterlambatannya agak keterlaluan. Aku diam, tak menanggapi.
"Kok diam aja sih, kamu marah ya?"
"Nggak, nggak marah kok."
"Senyum dong kalo nggak marah."
"Hhhm."
"Nah, gitu dong."
"Lupa ya Bang kalo ada janji?"
"Aku nggak lupa sayang. HP-ku mati, nggak bisa beritahu kamu kalo terlambat. Ditambah, di RS banyak yang menjenguk Nanda, kan nggak enak kalo ditinggal pulang. Ya kutunggu aja sampai pula..."
"Muach." kucium pipi Bang Riza, menghentikan segala upaya Bang Riza menjelaskan keterlambatannya.
"Aku ngerti kok, itu udah resiko ngadain kencan kayak gini." tambahku.
"Hee, aku cinta kamu Haris. Muachh." Bang Riza balas menciumku, di bibir. Bang Riza pun mulai memacu mobilnya.
"Mmm, bang."
"Apa sayang?"
"Di rumah abang..."
"Hmm?"
"Di rumah abang beneran nggak ad..."
"Haris. Di rumahku itu nggak ada orang, nggak ada siapa siapa. Abang udah bilang ke kamu kan?"
"Tapi bang, nanti kalo..."
"Kalo apa?"
"Istri abang..."
"Nanda ada di RS Haris sayang, ia masih butuh perawatan habis malahirkan. Dirumah gak ada or..." jelas bang Riza panjang. Sekali lagi berusaha menjelaskan padaku tentang situasi rumahnya. Tentang istrinya yang masih di RS karna habis melahirkan putra meraka yang ke-6, tentang mertua Bang Riza yang akan pulang malam ini karna seharian menjaga 5 jagoan Bnag Riza, tentang kelima anaknya yang harus ia jaga sehingga tidak bisa menginap, tentang rencana kencan kita malam ini. Ohh. Aku sungguh gamang dengan situasi ini. Membayangkan kami berkencan ria semalaman ditengah kebahagiaan lahirnya anak Bang Riza yang ke-6 membuatku ragu sekaligus ngaceng. Aku beranjak dari kursi depan dan duduk diatas pangkuan Bang Riza yang sedang menyetir. Bang Riza terlihat terkejut dengan aksiku. Mobil ini menepi. Ku posisikan tubuhku di atas pangkuan Bang Riza, menghadap ke belakang, kearah Bang Riza. Kusandarkan tubuhku ke depan, ke dada kekar Bang Riza. Kupeluk tubuh berotot Bang Riza dari depan.
"Sayang, apa-apaan tadi? Bahaya tau nggak? Gimana kalo..."
"Bang."
"Apa sayang?"
"Aku cinta Abang. Jangan tinggalin aku ya Bang."
"Aku nggak kemana-mana sayang. Kok kamu ngomong kayak gitu."
"Aku takut kalo suatu hari abang sudah hidup bahagia dengan keluarga abang, abang akan ninggalin aku."
"Haris, aku cinta kamu, tapi aku juga sayang Nanda. Aku akan berusaha membagi cintaku pada kalian berdua, seimbang mungkin. Aku nggak bakalan ninggalin kamu, nggak bakalan. Karena kamu adalah kekasih aku. Aku janji."
"Janji? Bang Riza nggak bakalan ninggalin aku sampai kapanpun?"
"Janji sayang." Bang Riza membelai rambutku dengan tangan kirinya. Mengecup keningku. Waktu seolah berjalan cepat. Memburu dua pria yang dimabuk kasmaran.
"Masih pengen menghabiskan malam ini dengan kencan sama aku? Guru Bahasa Inggris kamu yang paling seksi?"
"Hmm. Mau deh. Nggak kuat liat gantengnya muka pacar, eh, guru deh."
"Bukan Haris, aku bukan gurumu, dan kamu bukan muridku, kamu kekasihku yang paling kusayang." Bang Riza melanjutkan belaiannya di rambutku. Ia memelukku dengan erat, seakan aku anak kecil yang ditenangkan oleh ayahnya. Ia juga membelai lembut punggungku dengan tangan gempalnya. Moment intim yang membuat kontolku ngaceng sejadi-jadinya.
"Kamu ngaceng ya sayang?"
"Abang sih, seksinya kebangetan. aku pengen kayak gini terus bang."
"Hahaha, aku cinta kamu sayang. Kekasihku.".
Kurasakan ada yang bergerak gerak di bawah sana. Tepat di bongkahan selakangan Bang Riza yang menggunung. Dan aku tidak perlu satu kata dua kata untuk mengelus, menggenggam, meraba, dan membelai bongkahan gede itu. Bang Riza melenguh panjang. Bongkahan itu semakin menjadi-jadi besarnya.
"Sayang, aku masih harus nyetir nih. NGGGHHHH."
"Aku cinta Abang." kukecup dada kekar bembusung Bang Riza. Kukecup puting kirinya yang membekas tercetak jelas di kaus putihnya, bergantian dengan puting kanannya. Bang Riza menggerak-gerakkan pinggulnya naik turun seperti sedang ngentot. Tanganya tak henti-hentinya meraba punggung, rambut, dan dua belah pantatku.
"NGGGGHHH. Udah sayang, kita lanjutin jalannya yah."
"MMMHHHH." aku tak peduli. Aku hanya ingin berhenti dalam moment ini selamanya. Bang Riza kembali memacu mobilnya. Beradu dengan nafsu yang membara di sepanjang jalan pulang ke rumah Bang Riza, Kekasihku.
***
20 menit kemudian, kami sampai juga di perumahan tempat Bang Riza tinggal. Perumahan ini terbilang baru dibangun di kota. Sehingga kata Bang Riza penghuninya belum ada separo. Sesua rencana, Aku akan turun di perempatan depan gerbang masuk agar kedua mertua Bang Riza tidak curiga dengan keberadaanku. Kedua mertua Bang Riza seharian ini lah yang menjaga kelima jagoan Bang Riza. Dan mereka juga yang bertugas menginap di rumah sakit menunggu istri Bang Riza. Bang Riza kebagian menjaga kelima anaknya malam ini, dan tentunya, kebagian kencan bulan madu di rumahnya.
"Sayang, udah hampir sampai nih." Bang Riza menepi di depan pertokoan yang sudah tutup. Tempatnya tidak mencolok untuk menurunkanku.
"Sayang maaf ya kalo kamu harus turun disini dulu, aku janji, kencan kita yang berikutnya nggak akan kayak gini. Kamu akan kuturunkan di rumahku langsung. Janji."
"Nggak apa abang. Aku ngerti kok. Aku kan bukan anak kecil lagi abang. Muach." kukecup bibirnya.
"Kamu nggak marah lagi kan?"
"Nggak sayangku. Aku nggak marah kok." kutirukan panggilan sayang yang diucapkan Bang Riza padaku. Kuremas sekali lagi gundukan kontol di selakangan Bang Riza.
"Halaahh. Udah sayang, nanti aja mainnya. Aku cinta kamu. Muach." keningku di kecupnya.
Aku turun dari mobil dengan pakaian acak-acakan. Celana pendek yang kupakai tersingkap dan bajuku tak karuan. Padahal kami hanya bergelut bergumul kecil ria di dalam mobil. Mobil yang kuturunipun memutar dan sekejap memasuki gerbang perumahan di depan. Seorang satpam berkulit putih membukakan portal dan kulihat memberi hormat pada Bang Riza didalam mobil. Tak lama, portal kembali dibuka oleh satpam berkulit putih itu dan sebuah mobil jeep hitam melesat dari gerbang perumahan menuju kearahku. Kulihat dua orang dewasa sedang bercakap-cakap di jok depan. Ironi, mereka baru saja melewati remaja yang menjadi kekasih simpanan menantunnya dan sebentar lagi, saat mereka dengan bahagia menimang cucu mereka yang baru lahir, pemuda itu sedang bercumbu ganas di rumah menantunya dengan menantunya, Bang Riza. Mertua Bang Riza sudah pulang, inilah waktunya.
Aku barjalan menuju gerbang dan menemui satpam berkulit putih tersebut.
"Pak, kalo mau masuk boleh nggak?", satpam itu sedikit bingung dengan pertanyaanku.
"Mas siapa ya? Orang luar nggak boleh masuk mas. Demi keamanan.", jawabnya. Aku tau, aku nggak bakal nyuri barang kok, aku cuma terlanjur nyuri hatinya Bang Riza.
"Keluargaku ada yang tinggal disini jadi..."
"Haris, sini masuk." suara Bang Riza dari kejauhan.
Membuyarkan lamunanku, itulah kata yang sangat tepat. Bang Riza sudah bertransformasi. Ia mengenakan kaus singlet putih yang menonjolkan bentuk tubuhnya yang kekar gagah dan celana futsal warna putih pendek ngepas yang semakin membuat gundukan kontolnya yang gede tercetak jelas bagai botol aqua yang dimasukkan calana. Membuatku berdiri bergeming. Kontolku murka sejadinya melihat pemandangan erotis ini.
"Dia keponakanku, Gir. Rencana malam ini akan menginap di rumahku." sergah Bang Riza meminta izin pada satpam berkulit putih yang kubaca bernama Giri di nametag-nya.
"Oh begitu. Siap. Pak Riza nggak ke RS? Nemenin Bu Nanda?" tanya satpam Giri sambil membuka portal.
"Nggak, udah ada ortu Nanda yang jaga. Aku pergi dulu, Gir."
"Iya pak, selamat malam."
"Selamat malam.". Kami berjalan masuk berangkulan seperti sepasang sahabat.
***
"Abang seksi banget malam ini."
"Ah masak, dari dulu juga kayak gini."
"Nggak, malam ini abang jadi tambah seksi karna..."
"Karna apa?"
"Karna kita akan kencan." godaku sambil meremas gundukan besar di selakangan Bang Riza.
"Kamu udah nggak sabar ya sayang?"
"Kita lihat siapa deh yang sebenarnya nggak sabar." aku cipok bibir Bang Riza. FRENCH KISS. Kuhisap dalam dalam mulut kemerahan Bang Riza. Kuremas puting melenting nya.
"Har..is MMMHHH tutup dulu gih pagarnya. Biar aman." sergah Bang Riza.
"OIYA.".
Perlahan kututup pintu gerbang rumah Bang Riza. Dan permainan pun berlanjut.
***
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar